Sahabat Edukasi yang berbahagia… Pada tanggal 31 Oktober 2023 telah disahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Di mana dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN ini, Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Kemudian, pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Berikut isi dari salinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara:
Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan
tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil ncgara yang
memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelcnggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran
sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa dalam rangka mempercepat pelaksanaan transformasi aparatur
sipil negara untuk mcwujudkan aparatur sipil negara dengan hasil kerja tinggi
dan perilaku yang berorientasi pelayanan, akuntabel, kompetcn, harmonis, loyal,
adaptif, dan kolaboratif, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara;
c.
bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara sudah tidak sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan
fungsi aparatur sipil negara dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Aparatur Sipil
Negara;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1.
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi
bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
bekerja pada instansi pemerintah.
2.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN
adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan diberikan
penghasilan berdasarkan peraturan perundang undangan.
3.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
4.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya
disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan/ atau menduduki jabatan
pemerintahan.
5.
Manajemen ASN adalah serangkaian proses pengelolaan ASN untuk
mewujudkan ASN yang profesional dengan hasil kerja tinggi dan perilaku sesuai
nilai dasar ASN, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6.
Digitalisasi Manajemen ASN adalah proses Manajemen ASN dengan
memanfaatkan teknologi digital yang terintegrasi secara sistem dan data untuk
memudahkan penyelenggaraan dan pelayanan Manajemen ASN.
7.
Jabatan Manajerial adalah sekelompok jabatan yang memiliki fungsi
memimpin unit organisasi dan memiliki pegawai yang berkedudukan langsung di
bawahnya untuk mencapai tujuan organisasi.
8.
Jabatan Nonmanajerial adalah sekelompok jabatan yang mengutamakan
kompetensi yang bersifat teknis sesuai bidangnya dan tidak memiliki tanggung
jawab langsung dalam mengelola dan mengawasi kinerja pegawai.
9.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang aparatur negara.
10.
Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN
dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
11.
Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12.
lnstansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.
13.
Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.
14.
Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat
daerah kabupaten/kota.
15.
Sistem Merit adalah penyelenggaraan sistem Manajemen ASN sesuai
dengan prinsip meritokrasi.
BAB II
ASAS,
NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU
Bagian
Kesatu Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN
berdasarkan pada asas:
a.
kepastian hukum;
b.
profesionalitas;
c.
proporsionalitas;
d.
keterpaduan;
e.
pendelegasian;
f.
netralitas;
g.
akuntabilitas;
h.
efektivitas dan efisiensi;
i.
keterbukaan;
j.
nondiskriminatif;
k.
persatuan dan kesatuan;
l.
keadilan dan kesetaraan; dan
m.
kesejahteraan.
Bagian
Kedua Nilai Dasar
Pasal 3
(1)
Pegawai ASN memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta pemerintahan yang sah.
(2)
Pegawai ASN mengimplementasikan nilai dasar ASN yang terdiri atas:
a.
berorientasi pelayanan;
b.
akuntabel;
c.
kompeten;
d.
harmonis;
e.
loyal;
f.
adaptif; dan
g.
kolaboratif.
Bagian
Ketiga
Kode Etik
dan Kode Perilaku
Pasal 4
(1)
Kode etik dan kode perilaku bertujuan untuk menjaga martabat dan
kehormatan ASN serta kepentingan bangsa dan negara.
(2)
Nilai dasar ASN dijabarkan dalam kode etik dan kode perilaku ASN
sebagai berikut:
a.
berorientasi pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelayanan prima
demi kepuasan masyarakat, meliputi:
1.
memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
2.
ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; dan
3.
melakukan perbaikan tiada henti;
b.
akuntabel, yaitu bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan,
meliputi:
1.
melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin, dan berintegritas tinggi;
2.
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien; dan
3.
tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan;
c.
kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas,
meliputi:
1.
meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah;
2.
membantu orang lain belajar; dan
3.
melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik;
d.
harmonis, yaitu saling peduli dan menghargai perbedaan, meliputi:
1.
menghargai setiap orang tanpa membedakan latar belakang;
2.
suka menolong; dan
3.
membangun lingkungan kerja yang kondusif;
e.
loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, meliputi:
1.
memegang teguh ideologi Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
pemerintahan yang sah;
2.
menjaga nama baik ASN, instansi, dan negara; dan
3.
menjaga rahasia jabatan dan negara;
f.
adaptif, yaitu terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta
menghadapi perubahan, meliputi:
1.
cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
2.
terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas; dan
3.
bertindak proaktif;
g.
kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis, meliputi:
1.
memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
2.
terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah; dan
3.
menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik dan kode perilaku ASN
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
JENIS DAN
KEDUDUKAN
Bagian
Kesatu Jenis
Pasal 5
Pegawai ASN terdiri atas:
a.
PNS; dan
b.
PPPK.
Pasal 6
Ketentuan mengenai ruang lingkup
tugas/jabatan dan mekanisme bekerja PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1)
Pegawai ASN memiliki nomor induk pegawai.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai nomor induk pegawai diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua Kedudukan
Pasal 8
Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur
negara.
Pasal 9
(1)
Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan
Instansi Pemerintah.
(2)
Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan
dan partai politik.
BAB IV
FUNGSI,
TUGAS, DAN PERAN
Bagian
Kesatu Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a.
pelaksana kebijakan publik;
b.
pelayan publik; dan
c.
perekat dan pemersatu bangsa.
Bagian
Kedua Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
a.
melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c.
mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Bagian
Ketiga Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan sebagai perencana,
pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional,
bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
BAB V
JABATAN
ASN
Bagian
Kesatu Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri atas:
a.
Jabatan Manajerial; dan
b.
Jabatan Nonmanajerial.
Bagian
Kedua Jabatan Manajerial
Pasal 14
Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf a terdiri atas:
a.
jabatan pimpinan tinggi utama;
b.
jabatan pimpinan tinggi madya;
c.
jabatan pimpinan tinggi pratama;
d.
jabatan administrator; dan
e.
jabatan pengawas.
Pasal 15
(1)
Jabatan pimpinan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
a, huruf b, dan huruf c merupakan Jabatan Manajerial tingkat tinggi yang
bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung
pengembangan Pegawai ASN, mendayagunakan sumber daya serta mengambil keputusan
menurut tingkatan jabatannya, untuk mencapai tujuan organisasi.
(2)
Jabatan administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d
merupakan Jabatan Manajerial tingkat menengah yang bertanggung jawab dan
berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN,
memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pencapaian tujuan organisasi
serta pelayanan publik dan administrasi.
(3)
Jabatan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e
merupakan Jabatan Manajerial tingkat dasar yang bertanggung jawab dan berperan
dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, memimpin
dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pencapaian tujuan organisasi serta
pelayanan publik dan administrasi.
Pasal 16
Setiap Jabatan Manajerial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 memiliki kompetensi dan persyaratan jabatan.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan
Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketiga Jabatan Nonmanajerial
Pasal 18
(1)
Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b
terdiri atas:
a.
jabatan fungsional; dan
b.
jabatan pelaksana.
(2)
Jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
bertanggung jawab memberikan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
keahlian dan/atau keterampilan tertentu.
(3)
Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bertanggung jawab memberikan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan yang bersifat
rutin dan sederhana.
(4)
Setiap Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki kompetensi dan persyaratan jabatan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Nonmanajerial diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)
Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
(2)
Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:
a.
prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
b.
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3)
Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara
Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang mengenai Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang
mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan ASN tertentu yang berasal
dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1)
Pegawai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan di lingkungan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI
HAK DAN
KEWAJIBAN
Bagian
Kesatu Hak
Pasal 21
(1)
Pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa
materiel dan/ atau nonmateriel.
(2)
Komponen penghargaan dan pengakuan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a.
penghasilan;
b.
penghargaan yang bersifat motivasi;
c.
tunjangan dan fasilitas;
d.
jaminan sosial;
e.
lingkungan kerja;
f.
pengembangan diri; dan
g.
bantuan hukum.
(3)
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
berupa:
a.
gaji; atau
b.
upah.
(4)
Penghargaan yang bersifat motivasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b dapat berupa:
a.
finansial; dan/ atau
b.
nonfinansial.
(5)
Tunjangan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dapat berupa:
a.
tunjangan dan fasilitas jabatan; dan/ atau
b.
tunjangan dan fasilitas individu.
(6)
Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri
atas:
a.
jaminan kesehatan;
b.
jaminan kecelakaan kerja;
c.
jaminan kematian;
d.
jaminan pensiun; dan
e.
jaminan hari tua.
(7)
Lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat
berupa:
a.
fisik; dan/ atau
b.
nonfisik.
(8)
Pengembangan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dapat
berupa:
a.
pengembangan talenta dan karier; dan/ atau
b.
pengembangan kompetensi.
(9)
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dapat
berupa:
a.
litigasi; dan/ atau
b.
nonlitigasi.
(10)
Presiden dapat melakukan penyesuaian komponen penghargaan dan
pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan kemampuan
keuangan negara.
Pasal 22
(1)
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (6) huruf d dan huruf e dibayarkan setelah Pegawai ASN berhenti
bekerja.
(2)
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai
hak, dan sebagai penghargaan atas pengabdian.
(3)
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program
jaminan sosial sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional dan badan penyelenggara
jaminan sosial.
(4)
Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran
Pegawai ASN yang bersangkutan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan pensiun dan jaminan hari
tua untuk Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Ketentuan mengenai jaminan sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah
dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai sistem jaminan sosial nasional.
Bagian
Kedua Kewajiban
Pasal 24
(1)
Pegawai ASN wajib:
a.
setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintahan yang
sah;
b.
menaati ketentuan peraturan perundang undangan;
c.
melaksanakan nilai dasar ASN dan kode etik dan kode perilaku ASN;
d.
menjaga netralitas; dan
e.
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan
di luar wilayah Indonesia.
(2)
Pegawai ASN yang tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan pelanggaran disiplin dan dijatuhi hukuman disiplin.
(3)
Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap
Pegawai ASN serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin Pegawai ASN.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan
kewajiban Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KELEMBAGAAN
Pasal 26
(1)
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN.
(2)
Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/
atau lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang:
a.
perumusan dan penetapan kebijakan strategis, serta koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Manajemen ASN;
b.
perumusan dan penetapan kebijakan teknis dan pembinaan,
penyelenggaraan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis
pengembangan kapasitas dan pembelajaran ASN;
c.
perumusan dan penetapan kebijakan teknis, pembinaan,
penyelenggaraan pelayanan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis
Manajemen ASN; dan
d.
pengawasan penerapan Sistem Merit.
(3)
Kementerian yang melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan di
bidang perumusan dan penetapan kebijakan strategis, serta koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Manajemen ASN mengoordinasikan rencana
kerja lembaga yang berkaitan dengan penyelenggaraan Manajemen ASN serta
sinkronisasi dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d.
(4)
Penetapan kebijakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b dan huruf c dapat ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan Menteri.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII
MANAJEMEN
ASN
Bagian
Kesatu Umum
Pasal 27
(1)
Manajemen ASN meliputi manajemen PNS dan manajemen PPPK.
(2)
Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
berdasarkan Sistem Merit.
Pasal 28
(1)
Penerapan Manajemen ASN yang bekerja di Instansi Pemerintah
disesuaikan dengan karakteristik kelembagaan masing-masing.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Manajemen ASN diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pejabat
Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang
Paragraf
1
Pejabat
Pembina Kepegawaian
Pasal 29
(1)
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dalam pembinaan
Pegawai ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama,
selain pejabat pimpinan tinggi madya, dan selain pejabat fungsional tertinggi
kepada:
a.
menteri di kementerian;
b.
pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;
c.
pimpinan sekretariat di lembaga negara dan lembaga nonstruktural;
d.
gubernur di provinsi; dan
e.
bupati/walikota di kabupaten/kota.
(2)
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan Sistem Merit dalam
pelaksanaan kewenangannya.
Paragraf
2 Pejabat yang Berwenang
Pasal 30
(1)
Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan Manajemen ASN
kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretaris jenderal/ sekretariat
lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural, sekretaris daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(2)
Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
menjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah berdasarkan Sistem
Merit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi
masing-masing.
(3)
Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan rekomendasi usulan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi
masing-masing.
(4)
Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai ASN selain:
a.
pejabat pimpinan tinggi utama;
b.
pejabat pimpinan tinggi madya; dan
c.
pejabat fungsional tertinggi,
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi
masing-masing.
(5)
Pejabat yang Berwenang wajib melaksanakan Sistem Merit dalam
pelaksanaan kewenangannya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat yang Berwenang diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketiga
Ruang
Lingkup Manajemen ASN
Paragraf
1
Ruang
Lingkup
Pasal 31
Manajemen ASN minimal terdiri atas:
a.
perencanaan kebutuhan;
b.
pengadaan;
c.
penguatan budaya kerja dan citra institusi;
d.
pengelolaan kinerja;
e.
pengembangan talenta dan karier;
f.
pengembangan kompetensi;
g.
pemberian penghargaan dan pengakuan; dan
h.
pemberhentian.
Paragraf
2
Perencanaan
Kebutuhan
Pasal 32
(1)
Menteri menetapkan kebijakan perencanaan kebutuhan Pegawai ASN
secara nasional berdasarkan prioritas nasional sesuai dengan rencana
pembangunan jangka menengah nasional serta dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan negara.
(2)
Kebijakan perencanaan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan panduan bagi lnstansi Pemerintah dalam menyusun
kebutuhan Pegawai ASN.
(3)
Instansi Pemerintah menyusun rencana kebutuhan Pegawai ASN sesuai
dengan kebijakan perencanaan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai
perencanaan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf
3
Pengadaan
Pasal 34
(1)
Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Jabatan
Nonmanajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diutamakan diisi dari PNS.
(2)
Jabatan :Manajerial dan Jabatan Nonmanajerial tertentu dapat diisi
dari PPPK.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria pengisian Jabatan
Manajerial dan Jabatan Nonmanajerial dari PPPK diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 35
Setiap Instansi Pemerintah merencanakan
pelaksanaan pengadaan Pegawai ASN.
Pasal 36
Setiap Instansi Pemerintah mengumumkan
secara terbuka adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon Pegawai ASN.
Pasal 37
Setiap warga negara Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi Pegawai ASN setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan
Pegawai ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf
4
Penguatan
Budaya Kerja dan Citra Institusi
Pasal 39
(1)
Nilai dasar ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan kode etik
dan kode perilaku ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 digunakan sebagai
panduan Pegawai ASN dalam berperilaku dan membangun budaya kerja dan citra
institusi.
(2)
Setiap Instansi Pemerintah wajib melakukan upaya internalisasi
nilai dasar ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan kode etik dan kode
perilaku ASN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di lingkungan instansinya.
Paragraf
5
Pengelolaan
Kinerja
Pasal 40
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN
dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran organisasi melalui:
a.
peningkatan hasil kerja dan perbaikan perilaku secara terus
menerus;
b.
penguatan peran pimpinan; dan
c.
penguatan kolaborasi antara pimpinan dengan Pegawai ASN,
antar-Pegawai ASN, dan antara Pegawai ASN dengan pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 41
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilaksanakan melalui suatu mekanisme kerja
yang fleksibel dan kolaboratif.
Pasal 42
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berorientasi pada:
a.
hasil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN;
b.
pengembangan kinerja Pegawai ASN;
c.
pemenuhan ekspektasi pimpinan dalam rangka pencapaian kinerja
organisasi; dan
d.
dialog kinerja yang intensif antara pimpinan dan Pegawai ASN.
Pasal 43
(1)
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN merupakan kewenangan Pejabat yang
Berwenang pada Instansi Pemerintah masing-masing.
(2)
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didelegasikan secara berjenjang.
Pasal 44
(1)
Hasil pengelolaan kinerja Pegawai ASN digunakan untuk menjamin
efektivitas dalam pengembangan Pegawai ASN.
(2)
Hasil pengelolaan kinerja Pegawai ASN dijadikan sebagai persyaratan
atau pertimbangan dalam pemberian penghargaan dan pengakuan serta pengenaan
sanksi.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 44
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf
6
Pengembangan
Talenta dan Karier
Pasal 46
(1)
Pengembangan talenta dan karier dilakukan dengan mempertimbangkan
kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah.
(2)
Pengembangan talenta dan karier dilaksanakan melalui mobilitas
talenta.
(3)
Mobilitas talenta dilakukan:
a.
dalam 1 (satu) lnstansi Pemerintah;
b.
antar-Instansi Pemerintah; atau
c.
ke luar Instansi Pemerintah.
(4)
Mobilitas talenta sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit melalui manajemen talenta.
Pasal 47
(1)
Presiden berwenang melakukan mobilitas talenta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 secara nasional untuk mendukung prioritas nasional sesuai dengan
rencana pembangunan jangka menengah nasional.
(2)
Kewenangan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
didelegasikan kepada Menteri.
(3)
Mobilitas talenta secara nasional bertujuan untuk mengatasi
kesenjangan talenta.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengembangan talenta dan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal
47 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf
7
Pengembangan
Kompetensi
Pasal 49
(1)
Setiap Pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui
pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi.
(2)
Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui sistem pembelajaran terintegrasi.
(3)
Sistem pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan pendekatan yang secara komprehensif menempatkan proses pembelajaran
Pegawai ASN:
a.
terintegrasi dengan pekerjaan;
b.
sebagai bagian penting dan saling terkait dengan komponen Manajemen
ASN; dan
d.
terhubung dengan Pegawai ASN lain lintas lnstansi Pemerintah maupun
dengan pihak terkait.
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kompetensi diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf
8
Pemberian
Penghargaan dan Pengakuan
Pasal 50
(1)
Komponen penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan secara adil, layak, dan kompetitif.
(2)
Pendanaan penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN yang bekerja
di Instansi Pusat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
(3)
Pendanaan penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN yang bekerja
di Instansi Daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan
dan pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Paragraf
9
Pemberhentian
Pasal 52
(1)
Pemberhentian bagi Pegawai ASN meliputi:
a.
atas permintaan sendiri; dan
b.
tidak atas permintaan sendiri.
(2)
Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan apabila Pegawai ASN
mengundurkan diri.
(3)
Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi Pegawai ASN
dilakukan apabila:
a.
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
meninggal dunia;
c.
mencapai batas usia pensiun jabatan dan/ atau berakhirnya masa
perjanjian kerja;
d.
terdampak perampingan orgamsas1 atau kebijakan pemerintah;
e.
tidak cakap jasmani dan/ atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban;
f.
tidak berkinerja;
g.
melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat;
h.
dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun;
i.
dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan; dan/ atau
j.
menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik.
(4) Pemberhentian Pegawai ASN karena
sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j
dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 53
(1)
PNS diberhentikan sementara, apabila:
a.
diangkat menjadi pejabat negara;
b.
diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural;
atau
c.
menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2)
Pegawai ASN yang ditahan karena menjadi tersangka atau terdakwa
dilakukan pemberhentian sementara untuk mendukung proses hukum.
(3)
Pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberhentikan sementara
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali Pegawai ASN
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
Batas usia pensiun jabatan Pegawai ASN
yaitu:
a.
Jabatan Manajerial:
1.
60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat
pimpinan tinggi madya, dan pejabat pimpinan tinggi pratama; dan
2.
58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrator dan
pejabat pengawas;
b.
Jabatan Nonmanajerial:
1.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat
fungsional; dan
2.
58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat pelaksana.
Bagian
Keempat
Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota,
dan Wakil Bupati/Wakil Walikota
Pasal 56
Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat
pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil
gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan
pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon.
BAB IX
PEGAWAI
ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Pasal 57
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara.
Pasal 58
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57, yaitu:
a.
Presiden dan Wakil Presiden;
b.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e.
Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung
serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad
hoc;
f.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
g.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
h.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
i.
Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
j.
menteri dan jabatan setingkat menteri;
k.
kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh;
l.
gubernur dan wakil gubernur;
m.
bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
n.
pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang Undang.
Pasal 59
(1)
PNS yang diangkat menjadi:
a.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
b.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Sadan Pemeriksa Keuangan;
c.
Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
d.
Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
e.
menteri dan jabatan setingkat menteri;
f.
kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, diberhentikan
sementara.
(2)
PNS yang tidak lagi menjabat pada jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS.
(3)
Pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden
dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan
Daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil
walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN
sejak ditetapkan sebagai calon.
Pasal 60
(1)
PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dapat menduduki jabatan ASN sepanjang tersedia
lowongan jabatan.
(2)
Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan ASN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun PNS yang bersangkutan
diberhentikan dengan hormat.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan
dan pemberhentian Pegawai ASN serta pemberhentian sementara dan pengaktifan
kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
ORGANISASI
Pasal 62
(1)
Pegawai ASN berhimpun dalam organisasi profesi ASN.
(2)
Organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk:
a.
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN;
b.
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa;
c.
meningkatkan motivasi kerja dan keterikatan Pegawai ASN;
d.
meningkatkan kolaborasi antar-Pegawai ASN;
e.
meningkatkan produktivitas kerja Pegawai ASN;
f.
meningkatkan inovasi dan kreativitas Pegawai ASN;dan
g.
menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilan.
(3)
Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi:
a.
pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
b.
pemberian pelindungan hukum dan advokasi kepada anggota organisasi
profesi ASN terhadap dugaan pelanggaran Sistem Merit dalam pelaksanaan
Manajemen ASN dan mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugas;
c.
pemberian rekomendasi kepada majelis kode etik lnstansi Pemerintah
terhadap pelanggaran kode etik profesi dan kode perilaku profesi;
d.
penyelenggaraan usaha untuk peningkatan kesejahteraan anggota
organisasi profesi ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.
pemajuan kepentingan ASN dalam perumusan kebijakan ASN;
f.
pendorong kesetaraan dalam penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
g.
perbaikan kesejahteraan dan kualitas lingkungan kerja ASN.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi ASN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
DIGITALISASI
MANAJEMEN ASN
Pasal 63
(1)
Digitalisasi Manajemen ASN dilakukan untuk menjamin efisiensi,
efektivitas, dan akurasi penyelenggaraan proses dan pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN serta untuk mewujudkan ekosistem penyelenggaraan Manajemen ASN
secara menyeluruh.
(2)
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyediakan berbagai layanan digital yang mendukung Manajemen ASN dan
terintegrasi secara nasional.
(3)
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sejalan dengan transformasi organisasi dan sistem kerja ASN.
(4)
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperhatikan prinsip keberlangsungan, kerahasiaan, dan keamanan siber sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Digitalisasi Manajemen ASN diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENYELESAIAN
SENGKETA
Pasal 64
(1)
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.
(2)
Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
keberatan dan banding administra tif.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
LARANGAN
Pasal 65
(1)
Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN
untuk mengisi jabatan ASN.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
pejabat lain di Instansi Pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai
non-ASN.
(3)
Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) yang mengangkat pegawai non-ASN untuk meng1s1
jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 66
Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib
diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang
ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau
nama lainnya selain Pegawai ASN.
Pasal 67
Kebijakan dan Manajemen ASN yang diatur
dalam Undang-Undang ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan daerah
tertentu dan warga negara dengan kebutuhan khusus.
Pasal 68
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
ini harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 69
Ketentuan Manajemen ASN dalam
Undang-Undang ini dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 70
(1)
Lembaga Administrasi Negara yang ada pada saat berlakunya
Undang-Undang ini, tetap menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b.
(2)
Badan Kepegawaian Negara yang ada pada saat berlakunya
Undang-Undang ini, tetap menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c.
(3)
Komisi Aparatur Sipil Negara yang ada pada saat berlakunya
Undang-Undang ini, tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan
ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini.
Pasal 71
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 dilaksanakan secara nasional paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, PNS Pusat dan PNS Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.
Pasal 73
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan
penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik bagi jabatan fungsional tertentu
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 74
Pada saat Undang-Undang m1 mulai berlaku,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun
Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906) dan peraturan
pelaksanaannya tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang ini yang mengatur mengenai program pensiun Pegawai ASN.
Pasal 75
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5494), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 76
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
pengundangan Undang-Undang
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2023 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
I.
UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
mencanangkan tujuan nasionalnya, yaitu membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan yang termaktub di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut merupakan
sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk
tetap merdeka dan mewujudkan tujuan negara tersebut.
Untuk melaksanakan amanah membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan adanya
birokrasi pemerintahan yang berkinerja baik. Pemerintah telah mencanangkan
rencana aksi membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Untuk
mewujudkannya, dibutuhkan ASN sebagai mesin utama birokrasi yang profesional,
netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas, serta
mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Kerangka regulasi yang mengatur mengenai ASN
saat ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Menghadapi dunia yang berubah
cepat yang disertai dengan kemajuan teknologi yang pesat, tuntutan masyarakat
atas pelayanan publik yang semakin meningkat, termasuk tuntutan penyelesaian
masalah tenaga honorer, serta peluang dan tantangan ekonomi global yang
dihadapi bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia,
perlu dilakukan perubahan terhadap pokok-pokok
pengaturan dalam Undang-Undang
dimaksud.
Berbagai pokok pengaturan dalam Undang-Undang
ini diharapkan menjadi dasar untuk melakukan percepatan transformasi Manajemen
ASN untuk mewujudkan birokrasi Indonesia yang profesional dan berkelas dunia.
ASN perlu memiliki digital mindset dalam menjalankan transformasi birokrasi dan
Manajemen ASN. Hal ini terkait dengan perubahan pola kerja tatanan baru, dimana
pekerjaan birokrasi juga sudah beralih ke digital based dan struktur organisasi
juga mulai bertransformasi dari hierarki menjadi koordinasi.
Selain fakta sosiologis dan kondisi empiris
tersebut, secara yuridis Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara juga perlu disesuaikan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi
yang berimplikasi terhadap materi muatan Undang-Undang tersebut. Beberapa
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, antara lain: Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 41/PUU-XII/2014 mengenai pengunduran diri PNS yang mengikuti kontestasi
politik; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PUU-XIII/2015 mengenai PNS yang
tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara dan belum tersedia lowongan jabatan;
serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87 /PUU-XVI/2018 mengenai pemberhentian
tidak dengan hormat PNS karena melakukan tindak pidana.
Pokok-pokok pengaturan yang terdapat di dalam
Undang-Undang ini adalah:
1.
penguatan pengawasan Sistem Merit;
2.
penetapan kebutuhan PNS dan PPPK;
3.
kesejahteraan PNS dan PPPK;
4.
penataan tenaga honorer; dan
5.
digitalisasi Manajemen ASN termasuk didalamnya transformasi komponen
Manajemen ASN.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kepastian
hukum" adalah penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas
profesionalitas" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan kode perilaku ASN serta ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas proporsionalitas"
adalah penyelenggaraan Manajemen ASN mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban Pegawai ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas
keterpaduan" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN didasarkan pada satu
sistem pengelolaan yang terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas
pendelegasian" adalah sebagian kewenangan Manajemen ASN dapat
didelegasikan pelaksanaannya kepada Instansi Pemerintah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas
netralitas" adalah setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk
pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan
bangsa dan negara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas
akuntabilitas" adalah setiap hasil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas
efektivitas dan efisiensi" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN harus
berorientasi pada pencapaian tujuan organisasi melalui pengelolaan sumber daya
secara optimal.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas
keterbukaan" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN bersifat terbuka untuk
publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas
nondiskriminatif' adalah penyelenggaraan Manajemen ASN tidak membedakan latar
belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "asas persatuan
dan kesatuan" adalah Pegawai ASN berfungsi sebagai perekat dan pemersatu
bangsa.
Huruf I
Yang dimaksud dengan "asas keadilan
dan kesetaraan" adalah pengaturan penyelenggaraan Manajemen ASN
mencerminkan rasa keadilan dan kesempatan yang sama dalam fungsi dan peran
sebagai Pegawai ASN.
Hurufm
Yang dimaksud dengan "asas
kesejahteraan" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN diarahkan untuk
mewujudkan peningkatan kualitas hidup Pegawai ASN.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Pengisian jabatan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh ASN dan sebaliknya
bertujuan agar ASN, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia memiliki keseimbangan dan kesetaraan dalam
pengembangan kariernya berdasarkan Sistem Merit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berhenti
bekerja", antara lain pegawai yang telah mencapai batas usia pensiun, masa
kontraknya telah berakhir, meninggal dunia, atau mengalami uzur (disabilitas
yang membuat pegawai tidak dapat bekerja), atau ditentukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Formulasi besarnya manfaat jaminan
pensiun dan jaminan hari tua ditentukan dengan memperhatikan antara lain jumlah
iuran yang dibayarkan. Manfaat jaminan tersebut juga dapat dibayarkan kepada
ahli waris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam hal akumulasi iuran jaminan pensiun
dan jaminan hari tua dilakukan pengembangan, hasil pengembangan tersebut juga
sebagai sumber pembiayaan untuk manfaat jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Sistem Merit diselenggarakan sesuai
dengan prinsip meritokrasi.
Yang dimaksud dengan "prinsip
meritokrasi" adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang
didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas
dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan
latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Karakteristik kelembagaan, antara lain
lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengisian Jabatan Manajerial dari PPPK
hanya diperuntukkan bagi jabatan pimpinan tinggi tertentu dengan prioritas
untuk lnstansi Pusat tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Hurufb
Mobilitas talenta antar-Instansi
Pemerintah antara lain mobilitas ASN untuk jabatan ASN di lembaga eksekutif,
lembaga yudikatif, dan lembaga legislatif serta satuan kerja atau badan layanan
umum/badan layanan umum daerah.
Huruf c
Mobilitas talenta ke luar Instansi
Pemerintah antara lain badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah,
lembaga internasional, badan hukum lain yang dibentuk oleh peraturan
perundang-undangan, dan badan swasta.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Pemberhentian sementara PNS apabila
diangkat menjadi pejabat negara, komisioner atau anggota lembaga nonstruktural
tidak menghilangkan hak kepegawaian yang terkait dengan masa kerja dari PNS
yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Yang dimaksud dengan "penataan"
adalah termasuk verifikasi, validasi, dan pengangkatan oleh lembaga yang
berwenang.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 6897
Download /unduh UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN pada tautan di bawah ini:
a
0 Response to "Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara"
Post a Comment