Sahabat Edukasi yang berbahagia… Berikut
isi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada Pendidikan Anak
Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar
Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, ebudayaan,
Riset, dan Teknologi tentang Standar Pengelolaan pada Pendidikan Anak Usia
Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah;
Mengingat
:
1.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 87, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6676) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6762);
5.
Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 156);
6.
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 963);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PADA
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, JENJANG PENDIDIKAN DASAR, DAN JENJANG PENDIDIKAN
MENENGAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1.
Standar Pengelolaan adalah kriteria minimal mengenai perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Satuan
Pendidikan agar penyelenggaraan Pendidikan efisien dan efektif.
2.
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disingkat
MBS/M adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada Satuan Pendidikan dalam
mengelola kegiatan pendidikan.
3.
Satuan Pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah yang selanjutnya disebut Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan nonformal
pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
4.
Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
5.
Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.
Pasal 2
Standar Pengelolaan pendidikan digunakan
sebagai pedoman bagi Satuan Pendidikan dalam mengelola potensi dan sumber daya
pendidikan secara efektif dan efisien untuk mengembangkan potensi, prakarsa, kemampuan,
dan kemandirian Peserta Didik secara optimal.
Pasal 3
(1)
Standar Pengelolaan pendidikan meliputi:
a.
perencanaan kegiatan pendidikan;
b.
pelaksanaan kegiatan pendidikan; dan
c.
pengawasan kegiatan pendidikan.
(2)
Standar Pengelolaan kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Satuan Pendidikan pada:
a.
pendidikan anak usia dini;
b.
jenjang pendidikan dasar; dan
c.
jenjang pendidikan menengah.
(3)
Standar Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan menerapkan MBS/M.
(4)
Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan pengelolaan sistem
informasi.
BAB II
PERENCANAAN
KEGIATAN PENDIDIKAN
Bagian
Kesatu Umum
Pasal 4
(1)
Perencanaan kegiatan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar Peserta Didik secara
berkelanjutan berdasarkan evaluasi diri Satuan Pendidikan.
(2)
Perencanaan kegiatan pendidikan berpedoman pada visi, misi, dan
tujuan Satuan Pendidikan.
(3)
Hasil evaluasi diri Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi data kualitas pengelolaan Satuan Pendidikan, proses
pembelajaran, dan hasil belajar Peserta Didik.
(4)
Perencanaan kegiatan Pendidikan disusun oleh Satuan Pendidikan
bersama dengan komite sekolah/madrasah.
Pasal 5
(1)
Perencanaan kegiatan pendidikan dituangkan dalam rencana kerja
Satuan Pendidikan.
(2)
Rencana kerja Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) memuat:
a.
rencana kerja jangka pendek dalam kurun waktu 1 (satu) tahun; dan
b.
rencana kerja jangka menengah dalam kurun waktu 4 (empat) tahun.
(3)
Rencana kerja jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a merupakan rencana kerja tahunan sebagai penjabaran rinci dari rencana
kerja jangka menengah.
(4)
Rencana kerja jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disusun dengan cara:
a.
identifikasi masalah pendidikan yang perlu mendapatkan prioritas;
b.
refleksi untuk menemukan akar masalah yang akan diintervensi; dan
c.
menyusun program sebagai solusi untuk setiap masalah.
(5)
Rencana kerja jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menjadi dasar untuk penyusunan rencana kegiatan dan anggaran Satuan Pendidikan.
(6)
Rencana kerja jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b menggambarkan tujuan pencapaian mutu lulusan dan perbaikan komponen
yang mendukung peningkatan mutu lulusan.
(7)
Kepala Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat
melaporkan rencana kegiatan dan anggaran Satuan Pendidikan untuk mendapat persetujuan
dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai kewenangan.
(8)
Kepala Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
melaporkan rencana kegiatan dan anggaran Satuan Pendidikan untuk mendapat
persetujuan dari penyelenggara pendidikan dan/atau pemerintah pusat atau
pemerintah daerah sesuai kewenangan.
Pasal 6
Perencanaan kegiatan pendidikan memuat
bidang:
a.
kurikulum dan pembelajaran;
b.
Tenaga Kependidikan;
c.
sarana dan prasarana; dan
d.
penganggaran.
Bagian
Kedua Kurikulum dan Pembelajaran
Pasal 7
(1)
Perencanaan kegiatan pendidikan di bidang kurikulum dan
pembelajaran paling sedikit menghasilkan:
a.
kurikulum Satuan Pendidikan;
b.
program pembelajaran; dan
c.
program penilaian.
(2)
Kurikulum Satuan Pendidikan disusun berdasarkan pada kerangka dasar
dan struktur kurikulum yang ditetapkan secara nasional serta berpedoman pada
visi, misi, dan karakteristik Satuan Pendidikan.
(3)
Program pembelajaran disusun secara fleksibel, jelas, dan sederhana
sesuai dengan konteks dan karakteristik Peserta Didik.
(4)
Program penilaian disusun untuk membangun budaya reflektif dan
memberi umpan balik yang konstruktif secara berkala.
Pasal 8
(1)
Dalam menyusun perencanaan kegiatan pendidikan yang memuat
kurikulum dan pembelajaran, Satuan Pendidikan menetapkan:
a.
jumlah Peserta Didik pada setiap rombongan belajar; dan
b.
jumlah rombongan belajar pada setiap Satuan Pendidikan.
(2)
Jumlah Peserta Didik per rombongan belajar ditetapkan dengan
ketentuan paling banyak:
a.
10 (sepuluh) Peserta Didik untuk pendidikan anak usia dini dari
usia 0 (nol) sampai dengan 2 (dua) tahun;
b.
12 (dua belas) Peserta Didik untuk pendidikan anak usia dini dari
usia di atas 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun;
c.
15 (lima belas) Peserta Didik untuk pendidikan anak usia dini dari
usia di atas 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun;
d.
28 (dua puluh delapan) Peserta Didik untuk sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah;
e.
32 (tiga puluh dua) Peserta Didik untuk sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah;
f.
36 (tiga puluh enam) Peserta Didik untuk sekolah menengah
atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan;
g.
5 (lima) Peserta Didik untuk sekolah dasar luar biasa;
h.
8 (delapan) Peserta Didik untuk sekolah menengah pertama luar biasa
dan sekolah menengah atas luar biasa;
i.
20 (dua puluh) Peserta Didik untuk program paket A atau bentuk lain
yang sederajat;
j.
25 (dua puluh lima) Peserta Didik untuk program paket B atau bentuk
lain yang sederajat; dan
k.
30 (tiga puluh) Peserta Didik untuk program paket C atau bentuk
lain yang sederajat.
(3)
Penetapan jumlah Peserta Didik per rombongan belajar dilakukan
berdasarkan:
a.
ketersediaan jumlah pendidik;
b.
ketersediaan sarana dan prasarana; dan
c.
kapasitas anggaran penyelenggara Satuan Pendidikan.
(4)
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah Satuan Pendidikan yang dapat
diakses oleh Peserta Didik dalam suatu wilayah dan/atau terdapat keterbatasan jumlah
pendidik pada Satuan Pendidikan, jumlah Peserta Didik per rombongan belajar
dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5)
Jumlah rombongan belajar setiap Satuan Pendidikan ditetapkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
pendidikan anak usia dini berjumlah 1 (satu) sampai dengan 16 (enam
belas) rombongan belajar;
b.
sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah berjumlah 6 (enam) sampai dengan
24 (dua puluh empat) rombongan belajar;
c.
sekolah dasar luar biasa berjumlah 6 (enam) sampai dengan 30 (tiga
puluh) rombongan belajar;
d.
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah/sekolah menengah
pertama luar biasa berjumlah 3 (tiga) sampai dengan 33 (tiga puluh tiga)
rombongan belajar;
e.
sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah atas luar
biasa berjumlah 3 (tiga) sampai dengan 36 (tiga puluh enam) rombongan belajar;
f.
sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan berjumlah 3
(tiga) sampai dengan 72 (tujuh puluh dua) rombongan belajar; dan
g.
Satuan Pendidikan kesetaraan berjumlah 3 (tiga) sampai dengan 36
(tiga puluh enam) rombongan belajar.
(6)
Penetapan jumlah rombongan belajar setiap Satuan Pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan:
a.
ketersediaan jumlah pendidik pada Satuan Pendidikan;
b.
ketersediaan sarana dan prasarana pada Satuan Pendidikan; dan
c.
kondisi geografis dan demografis.
(7)
Dalam hal Satuan Pendidikan merupakan Satuan Pendidikan:
a.
yang baru didirikan;
b.
melaksanakan pembelajaran kelas rangkap; dan/atau
c.
yang berada di daerah khusus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, jumlah rombongan belajar per Satuan Pendidikan dapat
dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 9
Tata cara pembentukan rombongan belajar di
Satuan Pendidikan ditetapkan dalam petunjuk teknis.
Bagian
Ketiga Tenaga Kependidikan
Pasal 10
(1)
Perencanaan kegiatan pendidikan di bidang Tenaga Kependidikan
menghasilkan:
a.
peta kebutuhan jumlah pendidik;
b.
peta kebutuhan jumlah Tenaga Kependidikan selain pendidik
disesuaikan dengan kebutuhan Satuan Pendidikan;
c.
pembagian tugas Tenaga Kependidikan; dan
d.
program peningkatan kompetensi Tenaga Kependidikan.
(2)
Peta kebutuhan jumlah pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan memperhatikan:
a.
jumlah rombongan belajar;
b.
jumlah mata pelajaran;
c.
jumlah Peserta Didik;
d.
jumlah jam mengajar optimal per satuan waktu berdasarkan jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan; dan
e.
kebutuhan Peserta Didik berkebutuhan khusus, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan;
(3)
Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a.
pendidik; dan
b.
Tenaga Kependidikan selain pendidik.
(4)
Dalam hal terdapat keterbatasan ketersediaan pendidik, kebutuhan
jumlah pendidik direncanakan berdasarkan:
a.
pelaksanaan kelas rangkap pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah;
dan
b.
pendidik yang mengajar pada lebih dari 1 (satu) mata pelajaran
dalam 1 (satu) rumpun ilmu pengetahuan pada sekolah menengah pertama/madrasah
tsanawiyah, sekolah menengah atas/madrasah aliyah, sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan, dan Satuan Pendidikan penyelenggara
pendidikan kesetaraan.
Bagian
Keempat Sarana dan Prasarana
Pasal 11
Perencanaan kegiatan pendidikan di bidang
sarana dan prasarana, menghasilkan:
a.
analisis kebutuhan sarana dan prasarana yang memenuhi standar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
identifikasi akses, cara penyediaan, dan sumber pendanaan sarana
dan prasarana pembelajaran sesuai konteks pembelajaran;
c.
analisis pemanfaatan dan kondisi sarana dan prasarana yang telah
tersedia; dan
d.
analisis pemanfaatan sumber daya sekitar sebagai alternatif sarana
dan prasarana pembelajaran.
Bagian
Kelima Pengganggaran
Pasal 12
Perencanaan kegiatan pendidikan di bidang
penganggaran, menghasilkan:
a.
identifikasi prioritas kegiatan yang akan dibiayai;
b.
identifikasi sumber pendanaan yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan; dan
c.
alokasi dan pemanfaatan anggaran sekolah/madrasah sesuai dengan
prioritas kegiatan yang akan ditetapkan.
BAB III
PELAKSANAAN
KEGIATAN PENDIDIKAN
Bagian
Kesatu Umum
Pasal 13
(1)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan merupakan tindakan untuk
menggerakkan dan menggunakan seluruh sumber daya yang tersedia di Satuan
Pendidikan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan.
(2)
Kepala Satuan Pendidikan mengendalikan dan mendampingi pelaksanaan
kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat didukung oleh orang tua/wali, komite sekolah/madrasah, dan masyarakat.
Pasal 14
Pelaksanaan kegiatan pendidikan meliputi
bidang:
a.
kurikulum dan pembelajaran;
b.
Tenaga Kependidikan;
c.
sarana dan prasarana; dan
d.
penganggaran.
Bagian
Kedua Kurikulum dan Pembelajaran
Pasal 15
(1)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang kurikulum dan pembelajaran
ditujukan untuk:
a.
menciptakan iklim Satuan Pendidikan
b.
melaksanakan kurikulum Satuan Pendidikan, program pembelajaran, dan
program penilaian secara berkala sebagai siklus reflektif untuk perbaikan
kualitas hasil belajar secara berkelanjutan;
c.
melaksanakan pengembangan karakter Peserta Didik;
d.
mewujudkan pembelajaran yang kondusif dan aman; dan
e.
melaksanakan pembinaan bakat dan minat Peserta Didik.
(2)
Menciptakan iklim Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a agar mampu mendorong:
a.
peningkatan kualitas pembelajaran;
b.
terwujudnya inklusivitas;
c.
terwujudnya toleransi terhadap kebinekaan;
d.
terwujudnya lingkungan belajar yang aman dan nyaman; dan
e.
tumbuhnya budaya belajar bagi Peserta Didik.
(3)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang kurikulum dan pembelajaran
pada pendidikan menengah kejuruan:
a.
diselaraskan dengan kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dan
dunia kerja berdasarkan standar kompetensi kerja; dan
b.
ditujukan untuk memenuhi ketersediaan lulusan pendidikan menengah
kejuruan yang terserap oleh dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja
dan/atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
(4)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang kurikulum dan pembelajaran
pada pendidikan khusus mempertimbangkan:
a.
bentuk akomodasi yang layak berdasarkan jenis ragam disabilitas;
b.
kebutuhan Peserta Didik dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa; dan
c.
ketersediaan tenaga ahli yang relevan.
(5)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang kurikulum dan pembelajaran
pada pendidikan kesetaraan mempertimbangkan:
a.
fleksibilitas sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan Peserta
Didik; dan
b.
kemandirian Peserta Didik dalam melakukan pembelajaran.
Bagian
Ketiga Tenaga Kependidikan
Pasal 16
(1)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang Tenaga Kependidikan
ditujukan untuk:
a.
memenuhi kebutuhan Tenaga Kependidikan;
b.
membagi tugas Tenaga Kependidikan secara proporsional;
c.
melaksanakan program peningkatan kompetensi Tenaga Kependidikan;
dan
d.
menumbuhkan budaya gotong royong, saling peduli, dan saling
menghargai antar warga Satuan Pendidikan.
(2)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang Tenaga Kependidikan pada
pendidikan menengah kejuruan mempertimbangkan:
a.
ketersediaan Tenaga Kependidikan yang memiliki sertifikat
kompetensi; dan
b.
pelibatan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja dalam
pemenuhan kebutuhan Tenaga Kependidikan.
(3)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang Tenaga Kependidikan pada
pendidikan khusus mempertimbangkan:
a.
ketersediaan Tenaga Kependidikan bagi Peserta Didik pada pendidikan
khusus; dan
b.
peningkatan kompetensi Tenaga Kependidikan dalam pemenuhan
akomodasi yang layak bagi Peserta Didik penyandang disabilitas.
(4)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang Tenaga Kependidikan pada
Pendidikan kesetaraan mempertimbangkan sumber daya yang ada di lingkungan
sekitar sesuai dengan lingkup materi pembelajaran.
Bagian
Keempat Sarana dan Prasarana
Pasal 17
(1)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang sarana dan prasarana
ditujukan untuk menyediakan, memelihara, dan memanfaatkan sarana dan prasarana,
serta berbagi sumber daya belajar secara efisien dan efektif, sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran.
(2)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang sarana dan prasarana pada
pendidikan menengah kejuruan ditujukan untuk menyediakan, memelihara, dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran sesuai dengan program atau
kompetensi keahlian.
(3)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang sarana dan prasarana pada
pendidikan khusus ditujukan untuk menyediakan, memelihara, dan memanfaatkan
sarana dan prasarana dengan memperhatikan:
a.
bentuk akomodasi yang layak bagi Peserta Didik penyandang
disabilitas; dan/atau
b.
kebutuhan Peserta Didik dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa.
Bagian
Kelima Penganggaran
Pasal 18
(1)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang penganggaran ditujukan untuk
pemanfaatan anggaran Satuan Pendidikan dalam meningkatkan kualitas proses dan
hasil belajar serta layanan lainnya.
(2)
Pelaksanaan kegiatan pendidikan bidang penganggaran dilakukan dengan
menyelaraskan antara rencana kerja jangka pendek dengan rencana kegiatan dan
anggaran Satuan Pendidikan.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 19
Pengawasan kegiatan pendidikan bertujuan
untuk memastikan pelaksanaan Pendidikan secara transparan, akuntabel dan peningkatan
kualitas proses dan hasil belajar secara berkelanjutan agar penyelenggaraan
pendidikan efektif dan efisien.
Pasal 20
(1)
Pengawasan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi.
(2)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
program kerja yang telah dirancang untuk memastikan kegiatan pendidikan
terlaksana sesuai dengan tujuan.
(3)
Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk
pemberian saran atau rekomendasi, pembimbingan, pendampingan, dan pembinaan
untuk umpan balik kegiatan pendidikan secara berkelanjutan.
(4)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai
proses penilaian secara kolaboratif terhadap kegiatan pendidikan yang telah
dilaksanakan untuk menjadi dasar penyusunan perencanaan kegiatan pendidikan.
Pasal 21
(1)
Pengawasan kegiatan pendidikan dilaksanakan oleh:
a.
kepala Satuan Pendidikan;
b.
komite sekolah/madrasah;
c.
pemerintah pusat; dan
d.
pemerintah daerah.
(2)
Kepala Satuan Pendidikan melaksanakan pemantauan dan supervisi
terhadap:
a.
proses pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran untuk memastikan
tercapainya tujuan pembelajaran dan proses pembelajaran yang berpusat pada
Peserta Didik;
b.
pelaksanaan tugas dan fungsi Tenaga Kependidikan, mengembangkan
kompetensi, dan upaya melakukan refleksi pembelajaran untuk perbaikan
berkelanjutan;
c.
penyediaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana
untuk peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran; dan
d.
pengelolaan dan penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
(3)
Komite sekolah/madrasah melaksanakan pemantauan terhadap kualitas
layanan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Pemerintah daerah melaksanakan supervisi dan evaluasi terhadap:
a.
pengembangan serta pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran;
b.
pemenuhan kebutuhan, distribusi, pengembangan kompetensi, dan
kinerja Tenaga Kependidikan;
c.
penyediaan, pemanfaatan, serta pemeliharaan sarana dan prasarana;
dan
d.
pengelolaan dan penggunaan anggaran Satuan Pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Pemerintah pusat melaksanakan evaluasi terhadap:
a.
pengembangan serta pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran;
b.
pemenuhan kebutuhan, pengendalian formasi, pemindahan lintas
provinsi, pengembangan kompetensi, dan pembinaan karier Tenaga Kependidikan;
c.
penyediaan sarana dan prasarana; dan
d.
penggunaan anggaran Satuan Pendidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
BAB V
MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 22
(1)
Penerapan MBS/M sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
bertujuan mendorong terwujudnya layanan pendidikan yang aman, menyenangkan,
inklusif, memperhatikan kesetaraan gender, dan berkebinekaan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran secara berkelanjutan.
(2)
Penerapan MBS/M ditunjukkan dengan:
a.
kemandirian Satuan Pendidikan dalam mengelola dan mengatur dirinya
sendiri;
b.
kemitraan Satuan Pendidikan berupa kolaborasi dengan dunia usaha,
dunia industri, dunia kerja, orang tua atau wali, komunitas belajar, organisasi
mitra, dan/atau pemangku kepentingan lainnya;
c.
partisipasi masyarakat secara aktif berupa pelibatan masyarakat
serta penguatan peran dan kapasitas orang tua atau wali, komunitas belajar,
organisasi mitra, dan pemangku kepentingan lainnya;
d.
keterbukaan Satuan Pendidikan untuk menyediakan akses informasi
publik terkait penyelenggaraan pendidikan dengan berbagai jalur komunikasi; dan
e.
akuntabilitas Satuan Pendidikan dalam mempertanggungjawabkan
pelaksanaan kegiatan pendidikan kepada pihak terkait.
Pasal 23
Penerapan MBS/M dalam pengelolaan
kegiatan pendidikan di Satuan Pendidikan dipimpin oleh kepala Satuan Pendidikan
dan dibantu oleh guru dan komite sekolah/madrasah.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku:
a.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
b.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal;
c.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Daerah;
d.
ketentuan mengenai Standar Pengelolaan yang diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
1668); dan
e.
ketentuan mengenai Standar Pengelolaan yang diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Standar Nasional
Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1689),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4
Agustus 2023
Download/unduh selengkapnya Permendikbudristek
Nomor 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan Pada PAUD, Jenjang Dikdas, dan
Jenjang Dikmen pada tautan di bawah ini:
0 Response to "Standar Pengelolaan Pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah Berdasarkan Permendikbud Nomor 47 Tahun 2023"
Post a Comment