Salamedukasi.com, Publikasikaryatulis - Keker4san
sek5u4l merupakan salah satu tantangan utama bagi keadilan sosial dan hak asasi
manusia di abad ke-21 ini, dimana k0rban terbesarnya adalah wanita. Pada 2020,
kasus keker4san wanita yang tercatat oleh komnas perlindungan wanita di
Indonesia hampir mencapai 300 ribu kasus (Riana, 2021). Dan dari jumlah tersebut, keker4san
fisik dan keker4san sek5u4l menduduki peringkat teratas sebagai jenis keker4san
yang paling sering dilakukan terhadap wanita. Hal ini sekaligus menjadikan
advokasi untuk hak asasi manusia, supremasi hukum harus ditegakkan di seluruh dunia,
khususnya Indonesia dan membentuk kembali fungsi pemerintahan dan hukum dalam masyarakat
berkembang. Meskipun seringkali masyarakat saat ini seringkali memiliki budaya
hukum dan sosialnya sendiri. Dimana pada budaya, hukum, dan sosial tersebut, media
massa memiliki peran dan pengaruh besar didalamnya (Zulham, 2012).
Pemberitaan mengenai keker4san sek5u4l yang
sering terjadi di lingkungan masyarakat ini tentu juga menjadi berita yang
perlu untuk dliput oleh media massa baik berupa media cetak maupun media
online. Namun biasanya media online menjadi media yang paling cepat dalam
melakukan pemberitaan karena tidak adanya keterbatasan ruang, waktu, dan media.
Dan dalam pemberitaan tersebut, media massa sebagai salah satu bagian dari
jurnalistik khususnya jurnalistik di Indonesia memiliki sebuah kode etik yang
bersifat mengikat. Dimana kode-kode etik ini harus dipenuhi dan diterapkan
dalam setiap proses yang melibatkan jurnalistik didalamnya.
Meskipun beberapa pendapat mengutarakan bahwa
apabila keker4san sek5u4l diberitakan, maka k0rban akan menjadi k0rban untuk
kedua kalinya, namun kasus pemberitaan mengenai keker4san sek5u4l saat ini
masih marak diberitakan. Selain itu, (Komnas Perempuan, 2015) juga berpendapat bahwa pemberitaan
semacam itu menunjukkan bahwa media belum melakukan pemberitaan terhadap keker4san
sek5u4l secara benar. Pernyataan ini juga didukung oleh pendapat dewan pers
dalam (Antara, 2021) yang menyebutkan bahwa pemberitaan
mengenai keker4san sek5u4l yang dilakukan oleh media belum sepenuhnya tepat dan
justru masih sering salah sasaran. Dalam pertemuan virtual tersebut, perwakilan
dewan pers berpendapat bahwa pemberitaan mengenai keker4san sek5u4l sering
menyalahi aturan dan etika jurnalistik dengan tidak menyajikan dalam sudut
pandang k0rban, atau dengan menggunakan penjelasan yang vulgar.
Salah satu kasus keker4san sek5u4l yang terbaru
dan telah diliput oleh berbagai media online di Indonesia adalah kasus keker4san
sek5u4l yang dilakukan oleh kepala sekolah sekaligus pendeta di Medan, Sumatera
Utara (VOAIndonesia, 2021). Kasus keker4san sek5u4l ini memakan k0rban
7 siswi SD dan dilakukan di lingkungan sekolah dengan dalih rayuan menggunakan
ayat kitab suci dan Firman Tuhan oleh pelaku. Pada kasus tersebut, pelaku
sebenarnya telah dilaporkan sejak tanggal 1 April, namun pelaku masih bebas
berkeliaran.
Dalam pemberitaan keker4san sek5u4l ini,
penulis ingin melakukan analisis terhadap pasal-pasal Kode Etik Jurnalistik
(KEJ) yang mengikatnya. Khususnya pada pasal 3 tentang berita berimbang dan
opini; pasal 4 tentang berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul; dan pasal 5
tentang identitas k0rban kejahatan asusila dan identitas pelaku kejahatan yang
masih dibawah umur. Dimana apabila terjadi pelanggaran terhadap pasal-pasal
tersebut, pelanggaran yang dimaksudkan termasuk dalam pelanggaran dalam level
teks dan isi berita dalam jurnalistik.
Penulis mengambil contoh pemberitaan media
online (VOAIndonesia, 2021) terhadap kasus tersebut. Pada
pemberitaan oleh media online tersebut, penulis menemukan bahwa VOA Indonesia
telah memenuhi pasal 3 tentang berita berimbang. Berita berimbang ini maksudnya
adalah bagaimana jurnalis memberitakan mengenai sebuah kasus atau berita tanpa
melakukan penyudutan atau penghakiman baik bagi pelaku ataupun k0rban. Mengacu
tentang berita tidak berimbang seperti yang dijelaskan oleh dewan pers dalam (Antara, 2021), penulisan berita oleh jurnalis harus
menggunakan kata yang tepat untuk menunjukkan berimbangnya berita tersebut. Bahasa
yang digunakan untuk mendeskripsikannya harus menunjukkan sifat nonkonsensual
dari tindakan tersebut. Serta dalam pemberitaan, keberimbangan sebuah berita
juga harus memenuhi kelengkapan (5W1H), kebenaran berita, dan tidak memihak (Olivia et al., 2017).
Selain itu, dalam kasus pemberitaan keker4san
sek5u4l, detail tentang penyerang mungkin relevan dengan berita. Misalnya deskripsi,
bagaimana akses diperoleh, apakah senjata digunakan, apakah keker4san fisik
terlibat, dsb. Sementara rincian lainnya misalnya tentang kehidupan pribadi k0rban,
kebiasaan, cara berpakaian, penampilan fisik dapat mengarahkan pada menyalahkan
k0rban tanpa konteks atau penjelasan. Hal ini tentunya harus dihindari untuk
memberikan sebuah berita yang berimbang.
Selanjutnya pada pasal 4 tentang berita
bohong, fitnah, sadis, dan cabul, VOA Indonesia telah menyajikan berita yang
tanpa kebohongan dan fitnah dengan adanya narasumber langsung mengenai perkembangan
kasus, yaitu narasumber pengacara salah satu k0rban. Sementara dalam
pemberitaan sadis dan vulgar, penulis menemukan beberapa poin kekurangan
didalamnya. Misalnya penggambaran detail kejadian serta penggambaran kegiatan
yang dilakukan misalnya dengan kata ‘oral seks’. Penggambaran kejadian seperti
ini tentunya memang berdasarkan fakta, namun sifat vulgar dalam pemilihan
katanya melanggar Pedoman Pemberintaan Ramah Anak yang juga dikeluarkan oleh
dewan pers. Dimana dalam pedoman tersebut, pemberitaan yang faktual tidak boleh
menggambarkan deskripsi dan rekonstruksi peristiwa yang sifatnya sek5u4l atau
sadis (Lismartini & Afrida, 2020).
Dan terakhir, mengenai pasal 5 tentang
identitas k0rban kejahatan asusila dan identitas pelaku kejahatan yang masih
dibawah umur, VOA Indonesia telah memenuhi pasal ini dengan menggunakan
penggambaran identitas k0rban dengan nama ‘Mawar’ yang selanjutnya diberi
keterangan bahwa itu bukanlah nama atau identitas asli. Selain mengacu pada Kode
Etik Jurnalistik pasal 5, perlindungan terhadap identitas k0rban, khususnya
anak dalam kasus pemberitaan ini juga diatur didalam Pasal 64 butir (i) UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pada undang-undang ini, diatur
bahwa anak yang tengah berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan
khusus berupa penghindaran dari publikasi atas identitasnya. Di Indonesia,
pernah terjad kasus pemberitaan serupa mengenai kasus keker4san sek5u4l
terhadap anak, dimana media pemberitaan saat itu menyebutkan identitas k0rban
sehingga hal ini sekaligus melanggar KEJ dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (RAJAGUKGUK, 2015). Perlindungan
terhadap identitas k0rban yang masih dibawah umur tentunya harus dipenuhi oleh
media dalam menangani kasus pemberitaan keker4san sek5u4l tersebut. Selain itu,
perlindungan akan identitas ini berguna untuk menghindarkan efek buruk terhadap
kesehatan anak k0rban keker4san sek5u4l baik untuk masa sekarang atau untuk
kedepannya (Muslimah, 2019).
Keker4san sek5u4l khususnya keker4san sek5u4l pada anak merupakan pemberitaan yang sering disajikan dalam berbagai media di Indonesia. Mengacu pada Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan, yang berarti hal ini juga harus dipenuhi oleh para jurnalis, maka dalam penulisan berita para jurnalis juga harus lebih berhati-hati khususnya dengan topik sensitif ini. Jurnalis harus menemukan bagaimana cara terbaik untuk melakukan pendekatan untuk dapat menghormati k0rban, tetapi di sisi lain juga dapat menyajikan berita yang akurat dan berimbang. Selain itu, dalam kasus keker4san sek5u4l, jurnalis memiliki tanggung jawab ganda, yaitu untuk k0rban dan di sisi lain juga bertanggung jawab untuk public yang membaca berita tersebut. Sehingga, berita yang disajikan harus sebisa mungkin tidak melanggar kode etik jurnalis ataupun hukum yang berlaku.
DAFTAR
PUSTAKA
Antara. (2021). Dewan Pers: Konteks pemberitaan keker4san
sek5u4l sering kurang tepat. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/1990428/dewan-pers-konteks-pemberitaan-keker4san-sek5u4l-sering-kurang-tepat
Komnas Perempuan. (2015). Sejauhmana Media Telah Memiliki
Perspektif K0rban Keker4san Sek5u4l ? 1–84.
Lismartini, E., & Afrida, N. (2020). Pedoman peliputan
dan pemberitaan anak. Aliansi Jurnalis Independen, 32.
https://aji.or.id/read/buku/65/pedoman-peliputan-dan-pemberitaan-anak.html
Muslimah, M. H. (2019). Kesehatan Mental Pada Anak K0rban Keker4san
Sek5u4l. In Skripsi. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.
Olivia, H., Warouw, D., & Senduk, J. (2017). Analisis Isi
Berita Keker4san Sek5u4l Di Media Online. E-Journal Universitas Sam
Ratulangi, 1(1).
RAJAGUKGUK, R. S. P. (2015). PENERAPAN KODE ETIK
JURNALISTIK DALAM PEMBERITAAN KASUS KEKER4SAN SEK5U4L ANAK. UNIVERSITAS
ATMA JAYA YOGYAKARTA.
Riana, F. (2021). Komnas Perempuan: Ada 299.911 Kasus Keker4san
terhadap Perempuan Sepanjang 2020. Nasional Tempo.
https://nasional.tempo.co/read/1439271/komnas-perempuan-ada-299-911-kasus-keker4san-terhadap-perempuan-sepanjang-2020/full&view=ok
VOAIndonesia. (2021). Menanti Proses Hukum terhadap
Terduga Pelecehan Sek5u4l Anak di Medan. VOA Indonesia.
https://www.voaindonesia.com/a/menanti-proses-hukum-terhadap-terduga-pelecehan-sek5u4l-anak-di-medan/5852831.html
Zulham. (2012). PERAN MADIA MASSA DALAM PENEGAKAN HUKUM. Seminar Sehari Lembaga Informasi Dan Transparansi Sumatera Utara Medan, 53 (Desember).
Pembuat Artikel : Burhan Widyatmaka (burhanwidyatmaka01@gmail.com/089672224154). Fb : Burhan Widyatmaka. Instagram : burhanchedid. Alamat : Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta.
Ingin karya tulis Anda terpublikasi di situs web www.salamedukasi.com GRATIS, info lebih lanjut silahkan klik di sini.
0 Response to "Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pada Media Pemberitaan Online oleh Burhan Widyatmaka, Yogyakarta"
Post a Comment