Sahabat
Edukasi yang berbahagia... Mulai pada tahun pelajaran 2018/2019 terdapat
perubahan jam kerja khususnya bagi guru yang mana sebelumnya 24 jam namun mulai
tahun pelajaran 2018/2019 ini beban kerja guru yakni 8 jam selama 5 hari kerja
sebagaimana Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya. Sebagaimana informasi resmi
yang dikutip dari Kemendikbud.go.id terkait dengan terus dilakukannya penataan
Guru dan Tenaga Kependidikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
dipublikasikan pada tanggal 16 November 2018 selengkapnya sebagai berikut:
Pendidikan
merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan bangsa dan negara. Oleh karena
itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertekad untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul di sektor pendidikan. Salah
satu masalah pelik yang dihadapi saat ini adalah masalah guru.
“Sebenarnya
kalau masalah guru ini tertangani dengan baik, maka 70% urusan pendidikan di
Indonesia ini selesai. Yang kita butuhkan saat ini adalah guru yang kreatif,
cerdas, inovatif, bekerja berdasarkan panggilan jiwa sehingga pikiran dan
hatinya akan tergerak,” demikian disampaikan Mendikbud dalam sambutannya saat
membuka Rakor Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan di Hotel Millenium, Kebon
Sirih, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Ditambahkan
Mendikbud, saat ini beban kerja guru
bukan lagi 24 jam tatap muka melainkan 8 jam selama 5 hari kerja seperti ASN
pada umumnya. Hal ini sudah diterapkan mulai tahun ini, secara bertahap
sekolah menerapkan jam belajar mengajar selama 8 jam selama 5 hari kerja.
“Untuk
siswa, sekolah bisa menerapkan program reguler seperti pada umumnya atau
boarding school. Untuk sekolah negeri tetap sekolah reguler dan kalau memang
ada kebijakan untuk pelajaran tambahan, silahkan melaksanakan ekstrakurikuler
yang dilakukan oleh sekolah sendiri maupun bekerja sama dengan penyelenggara
pendidikan di luar sekolah. Namun, guru tetap masuk 8 jam dan tidak perlu
menambah jam mengajar. Dengan begitu, saya berharap agar tidak ada lagi guru
yang sudah mempunyai sertifikat tetapi tidak bisa mendapatkan tunjangan profesi
karena tidak bisa memenuhi 24 jam tatap muka”, jelas Mendikbud.
“Bapak
dan Ibu jangan mengira bahwa Kemendikbud senang bila guru tidak mendapatkan
tunjangan profesi karena ini justru akan membuat masalah yaitu menjadi Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). Kalau
banyak dana SILPA-nya maka daerah tersebut dianggap tidak berhasil menggunakan
anggaran”, kata Mendikbud.
Mendikbud
menjelaskan bahwa APBN tahun 2019
mencapai Rp2.461,1 triliun. Sebanyak 20%
dari anggaran tersebut atau sebesar Rp492,5 triliun diperuntukkan bagi sektor pendidikan. Dari anggaran sektor
pendidikan tersebut, sebesar Rp308,38 triliun
atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya, didistribusikan kepada 20
kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan. Anggaran pendidikan
terbesar ada di Kementerian Agama (Kemenag) yaitu sebesar Rp51,9 triliun
(10,53%). Di posisi kedua yaitu Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) yaitu sebesar Rp40,2 triliun (8,14%). Sedangkan
Kemendikbud menempati posisi ketiga dengan jumlah anggaran Rp35,99 triliun
(7,31%).
“Ini
artinya bahwa tanggung jawab pendidikan semakin dilimpahkan ke daerah, baik
provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan anggaran yang semakin besar dari
waktu ke waktu dan kewenangan juga semakin diperbesar. Tahun 2019, Kemendikbud
sudah tidak lagi mengelola dana bantuan fisik karena langsung ditangani oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU PR) dan kami akan
lebih fokus kepada pembinaan mutu, pengawasan, regulasi, dan afirmasi. Oleh
karena itu, saya mohon kepada Bapak dan Ibu untuk bekerja sama dengan kami.
Maju atau tidaknya pendidikan ditentukan oleh kinerja masing-masing kabupaten
dan kota,” tambah Mendikbud.
Mendikbud
menjelaskan, ada 2 jenis dana pendidikan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat yang
mendapatkan dana tambahan karena merupakan daerah otonomi khusus. DAK terbagi
menjadi 2 yakni DAK fisik dan DAK non fisik. “Dengan DAK fisik inilah,
pemerintah daerah seharusnya juga membangun sekolah baru, rehabilitasi, dan
rekonstruksi sekolah. Sedangkan DAK non fisik terutama ditujukan untuk dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana inilah yang harus dikelola dengan
baik”, ujar Mendikbud.
Sementara
itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Supriano, dalam laporannya
menyampaikan bahwa kegiatan Rakor Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan ini
bertujuan untuk menyamakan persepsi
tentang perencanaan dan pengendalian kebutuhan guru yang meliputi, analisis
jabatan guru, analisis beban guru, penghitungan kebutuhan guru, serta distribusi
guru berbasis zona.
“Dengan
rakor ini kita akan memperoleh kesepakatan jumlah formasi/kebutuhan guru per
sekolah, per jenjang, per mata pelajaran, yang akan diusulkan oleh
bupati/walikota/gubernur melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk keperluan
formasi tahun 2019 yang akan datang,” jelasnya.
Penerapan
Sistem Zonasi
Pada
kesempatan tersebut, Mendikbud juga menyampaikan agar sistem zonasi benar-benar
dapat dilaksanakan untuk kemajuan dunia pendidikan. “Sistem zonasi akan terus
kita perkuat. Tahun depan ada 2.578 zona di seluruh Indonesia yang telah
disepakati oleh dinas-dinas pendidikan. Jadi nanti semua penanganan pendidikan
akan berbasis zona. Indonesia bukan menjadi satu-satunya negara yang menerapkan
sistem zonasi di Asia Tenggara. Singapura telah menerapkan zonasi sejak 12 tahun
yang lalu. Australia, Amerika Serikat, dan Jepang juga menerapkan sistem zonasi
dalam pendidikan,” jelas Mendikbud.
Terkait
dengan itu, Mendikbud mengharapkan agar
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) ke depannya menyediakan jurusan
mayor dan minor untuk setiap calon guru. “Saya sudah menyampaikan kepada Bapak
Menristekdikti agar LPTK kembali memiliki double track untuk setiap guru dimana
guru mengajar minimum 2 mata pelajaran yang serumpun, contohnya Sosiologi
dengan Antropologi. Selama ini yang membuat kita boros adalah keadaan dimana
satu guru hanya mengajar satu mata pelajaran dan kalau mau mengajar lebih dari
satu mata pelajaran akan dikatakan tidak linier dan tidak diakui. Untuk para
guru yang sudah ada maka akan kita sekolahkan kembali sesuai dengan kebutuhan
di masing-masing zona. Oleh karena itu, pemetaan guru sangat penting”, pungkas
Mendikbud.
Referensi
artikel : https://www.kemdikbud.go.id
0 Response to "Beban Kerja Guru Bukan Lagi 24 Jam Tatap Muka Tapi 8 Jam Selama 5 Hari Kerja"
Post a Comment