Sahabat
Edukasi yang berbahagia…
Berikut
salah satu kisah dari seorang guru inspiratif seorang yang mengabdikan hidupnya
dengan mengajar di daerah perbatasan tepatnya di daerah perbatasan antara NKRI
dengan Malaysia. Bahkan, TNI yang bertugas menjaga keamanan pun ikut membantu
mengajar di sekolah.
Silahkan
disimak berita selengkapnya yang admin kutip dari http://enciedelweiss.blogspot.com ini,
semoga dapat menambah inspirasi dan motivasi bagi kita semua…
Ibu Marsiani, Satu-Satunya
Guru Yang Mengajar di SD Filial 09
Nunukan
merupakan salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Kalimantan Timur berada
di daerah perbatasan yang sangat dekat sekali dengan Negara tetangga Malaysia.
Batas dengan Malaysia bukan lagi berupa laut, tetapi darat yang sangat mudah
ditempuh.
Bahkan,
salah satu kaki kita bisa berada di Indonesia dan satu kaki kita lainnya bisa
berada di wilayah Malaysia, seperti di Desa Ajikuning Kecamatan Sebatik Tengah.
Bukan hanya itu, disana juga terdapat kebun dan rumah warga Indonesia yang
sebagian rumahnya masuk dalam wilayah Malaysia.
Perbatasan
yang seharusnya menjadi beranda depan pertahanan Kesatuan Republik Indonesia
justru memiliki kehidupan yang serba terbatas. Salah satunya adalah sekolah. Di
Desa Sekaduyan Taka Kecamatan Seimanggaris, terdapat sebuah Sekolah Dasar
Filial 09 Sei Fatimah yang hanya memiliki atap pada bangunannya, juga hanya
memiliki satu orang guru, Ibu Marsiani sejak sekolah ini berdiri pada tahun
2006.
Sekolah
ini terpaksa harus dibantu oleh Tentara Pos PAMTAS (Pengamanan Perbatasan) Sei
Ular karena kurangnya tenaga pengajar.
Sekolah
ini berstatus Filial yang mempunyai arti menginduk. Induk sekolah ini berada di
SDN 09 Sei Fatimah terletak di Kabupaten Nunukan yang sangat jauh jaraknya.
Tentara Pos Pamtas
Sei Ular Membantu Mengajar Di SD Filial 09
Januwahyu
seorang TNI SATGAS PAM-TAS Sei Ular yang sehari-hari ikut membantu mengajar di
SD Filial 09, biasanya beliau ikut berjalan bersama siswa pulang ke rumah yang
letaknya di belakang POS PAM-TAS.
Tak
jarang siswa tidak bisa pergi sekolah karena harus membantu orang tuanya
berkebun. Meski demikian tidak sedikit siswa yang mempunyai semangat tinggi
berjalan kaki sejauh 5 Km menuju sekolah jika tidak truk yang lewat untuk
ditumpangi. Karena sekolah ini berstatus menginduk, maka siswa kelas 6 harus
bersekolah diinduknya yaitu di Nunukan karena akan melaksanakan ujian akhir.
Ujian
akhir tidak bisa dilaksanakan di sekolah Filial. Karena itu, tidak semua siswa
bisa melanjutkan kejenjang kelas 6 SD. Hal ini dipengaruhi juga oleh faktor
ekonomi keluarga. Jika melanjutkan ke jenjang kelas 6 SD maka dibutuhkan biaya
tambahan untuk kost selama bersekolah di Nunukan.
Januwahyu,
salah seorang Tentara Pos PAMTAS Sei Ular yang membantu mengajar disekolah ini
mengatakan bahwa minimnya fasilitas sekolah menjadi salah satu alasan siswa
enggan kesekolah. Jarak yang jauh antara rumah dan sekolah, ditambah minimnya
fasilitas sekolah menghilangkan semangat siswa untuk pergi sekolah.
Januwahyu
seorang TNI SATGAS PAM-TAS Sei Ular yang sehari-hari ikut membantu mengajar di
SD Filial 09, biasanya beliau ikut berjalan bersama siswa pulang ke rumah
yang
letaknya di belakang POS PAM-TAS
Selain
SD Filial 09 Sei Fatimah, di Kecamatan Seimanggaris juga tepatnya Desa Tabur
Lestari, terdapat sebuah sekolah yang masih berada di kolong rumah seorang
warga. Seorang warga merelakan kolong rumahnya untuk dijadikan sekolah, karena
sekolah induknya berada jauh disebrang sungai yang harus ditempuh dengan
menggunakan perahu ketinting. Berbagai kekhawatiran orang tua terlebih mereka
yang mempunyai anak usia sekolah kelas 1, 2, dan 3 jika harus menyebrang sungai
untuk sekolah.
Maka
didirikanlah sekoalah diwilayah mereka yang masih menumpang dikolong rumah
seorang warga agar anak mereka usia sekolah dasar tidak perlu lagi menyebrang
sungai.
Meski
demikian, masalah tak berhenti sampai disitu. Karena, jika turun hujan, siwa
tetap tidak bisa pergi kesekolah karena jalan yang licin. Biasanya, jika sampai
pukul 09.00 WITA hujan tidak juga reda, maka sekolah dinyatakan libur secara
otomatis.
Perahu Ketinting, Sarana
Transportasi Sekolah
Selain
itu, terdapat permasalahan lain siswa-siswa usia sekolah yaitu perjodohan usia
dini. Perjodohan usia dini masih terjadi di masyarakat dayak seperti di Desa
Kalun Sayan, Desa Tinampak I, Desa Salang, Desa Naputi, Sekikilan, dan
Desa-Desa lainnya di Kecamatan Tulin Onsoi.
Meskipun
Kepala Adat Suku Dayak Agabag (Mayoritas Dayak di Kecamatan ini adalah Dayak
Agabag) telah menyatakan bahwa perjodohan usia dini sudah tidak ada lagi dan
usia pernikahan disesuaikan dengan ketetapan pemerintah, tetapi nyatanya guru
sering kehilangan muridnya yang begitu ditemukan ternyata telah dinikahkan.
Perjodohan ini bahkan dilakukan sejak dalam kandungan, sehingga saat lulus
sekolah dasar sudah dinikahkan.
Mungkin,
jika belum dijodohkan siswa masih memiliki cita-cita tinggi untuk terus
bersekolah. Kenyataan bahwa begitu dipandang besar sedikit boleh dinikahkan
mungkin saja meruntuhkan semua mimpi dan angan wanita dayak untuk mengejar
cita.
Noviana,
sorang siswa SMP mengatakan bahwa dirinya berkeinginan untuk bisa kuliah.
Mungkin hal yang sama juga terbesit di hati anak-anak Dayak lainnya.
0 Response to "Kisah Inspiratif Pengabdian Seorang Guru di Daerah Perbatasan, TNI Pun Ikut Mengajar di Sekolah Ini"
Post a Comment