Sahabat
Edukasi yang berbahagia…
Berikut share info dari Ditjen Dikdas mengenai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang direkomendasikan perlu diadakan revisi, yakni Wajib Belajar yang sebelumnya 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Berikut share info dari Ditjen Dikdas mengenai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang direkomendasikan perlu diadakan revisi, yakni Wajib Belajar yang sebelumnya 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Jakarta
(Dikdas): Dalam diskusi kelompok I yang mengangkat tema Akses dan
Keterjangkauan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan
merekomendasikan agar pemerintah merevisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait wajib belajar (Wajar). Melalui
Jumono, anggota Koalisi yang membacakan rekomendasi, pendidikan Wajar sembilan
tahun diharapkan diubah menjadi wajar 12 tahun.
Menanggapi
hal tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Hamid Muhammad mengatakan
bahwa pengusulan revisi tersebut telah dilakukan Kemendikbud. Namun sayang, hal
itu tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang dibahas Dewan
Perwakilan Rakyat.
Menurut
Hamid, inisiasi wajib belajar 12 tahun sudah dilakukan Kemendikbud sejak 2011.
Namun karena belum ada payung hukumnya, program tersebut dinamakan Pendidikan
Menengah Universal (PMU). “Judulnya saja berubah, tapi esensinya hampir sama,”
ucapnya dalam acara diskusi di Gedung Ki Hadjar Dewantara, Kompleks
Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa, 24 Februari 2015.
Achmad
Jazidie, Dirjen Pendidikan Menengah, menambahkan, dengan adanya PMU, Angka
Partisipasi Kasar siswa pendidikan menengah akan mencapai 97% pada 2020,
termasuk sekolah yang dikelola Kementerian Agama. “Ada kajian, kalau tidak ada
PMU, angka 97% baru tercapai pada 2040,” tegasnya.
Hamid
berharap, rekomendasi yang didiskusikan dan akan dibacakan sebagai rekomendasi
bersama pada Rabu, 25 Februari 2015, melihat tingkat kebijakan. Ada kebijakan
yang berada dalam level kebijakan (policy), yang menjadi kewenangan
Kemendikbud, dan ada kebijakan yang berada pada level penyelenggaraan, yang
berada di level Dinas Pendidikan/yayasan/pengelola satuan pendidikan. “Ketika kita mengambil sebuah kebijakan,
merumuskan sebuah program, harus tepat mana yang akan kita tuju,” ujarnya.
Ia
mencontohkan kebijakan tentang siswi hamil. Tak satupun kebijakan di tingkat
Kementerian, jelas Hamid, yang mengatakan siswi hamil harus dikeluarkan dari
sekolah. Kebijakan itu berada dalam wilayah sekolah atau Dinas Pendidikan.
Mulai
2001, berdasarkan kebijakan otonomi daerah, kewenangan Kemendikbud dalam
penyelenggaran pendidikan dasar dan menengah, termasuk Pendidikan Anak Usia
Dini, diserahkan ke Pemerintah Daerah. Ada 127 kewenangan yang diserahkan.
Kemendikbud tinggal mengurusi perumusan kebijakan; penetapan Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria; penjaminan dan krontol mutu; dan urusan luar negeri.
“Ini harus kita pahami sehingga merespon masalah pada level policy atau
implementasi,” ungkapnya.* (Billy Antoro)
0 Response to "UU Sisdiknas Direkomendasikan Direvisi, Wajib Belajar Menjadi 12 Tahun"
Post a Comment